Kamis, 07 Januari 2010

Islamic Banking

Islamic Banking

Pengertian Bank Syariah
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah (haji).
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Sebagaimana uraian sebelumnya, maka yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan prinsip syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 13 adalah “aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,…….”
Menurut Drs. H. Karnaen Perwataatmadja, MPA, pengertian bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya, baik berupa penyimpanan dana dan pembiayaan usaha pihak lain maupun kegiatan usaha lainnya, berpedoman kepada prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan syariah (hukum) Islam.
Prinsip perbankan syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
• Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
• Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
• Murabahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran = harga pokok + margin yang disepakati
Contoh:
harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
• Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana
• Wadi'ah (jasa penitipan) adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan untuk memberikan bonus kepada nasabah.
• Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
• Tabungan Mudharabah yaitu dana yang disimpan nasabahdan hanya dapat ditarik sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dengan memperoleh bagi hasil sesuai kesepakatan bersama.
Jasa untuk penghimpunan dana
a. Giro Wadi’ah yaitu dana nasabah yang ditempatkan di bank dan dapat ditarik kembali sewaktu-waktu. Bilamana nasabah menghendaki bagi hasil atas dana tersebut, maka bank tidak memberikan penjaminan atas pengembaliannya. Tetapi bilamana nasabah menghendaki penjaminan bank atas pengembalian dan tersebut, maka yang bersangkutan tidak mendapatkan keuntungan atau bagi hasil karena dana tersebut dikategorikan sebagai titipan.
b. Tabungan Mudharabah yaitu dana yang disimpan nasabah dan dikelola oleh bank untuk mendapatkan keuntungan. Porsi bagi hasil antara nasabah dengan bank ditetapkan sesuai kesepakatan bersama. Oleh karena nasabah dapat melakukan pengambilan dan penyetoran pada tabungan tersebut, maka pembagian keuntungan didasarkan pada perhitungan saldo rata-rata.
c. Deposito Mudharabah yaitu dana yang disimpan nasabah dan hanya dapat ditarik sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dengan memperoleh bagi hasil sesuai kesepakatan bersama.
Jenis-jenis untuk Pembiayaan
a. Pembiayaan Mudharabah yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha dengan kesepakatan bahwa pengusaha tersebut yang sepenuhnya mengelola usaha yang dibiayai. Dalam pembiayaan ini, bank dan pengusaha menetapkan porsi bagi hasil sesuai kesepakatan bersama dan dinyatakan dalam perjanjian pembiayaan Dalam hal terjadi kegagalan usaha, kerugian yang timbul akan menjadi tanggungan bank sepenuhnya. Sedangkan pengusaha hanya kehilangan pendapatan yang seharusnya diperoleh atas tenaga, pikiran dan keahliannya.
b. Pembiayaan Bai Assalam yaitu pembiayaan untuk pembayaran dimuka (advance payment) yang diberikan kepada pengusaha untuk pembelian barang yang dikirim kemudian (diferred delivery) sesuai dengan kesepakatan bersama.
c. Pembiayaan Murabahah yaitu pembiayaan untuk pembelian barang lokal maupun impor dengan jangka waktu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh keuntungan dari harga barang yang dinaikkan.
d. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan yaitu pembiayaan yang bersifat lunak karena pengusaha tidak diwajibkan membagi hasil keuntungannya kepada bank. Pembiayaan ini diperuntukkan bagi pengusaha yang sangat membutuhkan permodalan.
e. Pembiayaan Musyarakah yaitu pembiayaan bagi hasil seperti dalam mudharabah tetapi pihak bank ikut serta dalam proses manajemen dan pihak nasabah/pengusaha disamping ikut mengelola usaha juga ikut menyediakan modal.
Moral Agama Sebagai Landasan Utama dalam menjalankan Islamic Banking
• Prinsip Kejujuran
Sejalan dengan pengertian bank syariah sebagaimana diuraikan diatas, maka moral agama menduduki peranan yang sangat penting dalam pengoperasian bank syariah. Salah satu tuntutan moral dalam melaksanakan kegiatan bank syariah adalah bahwa bank tersebut harus dikelola oleh orang-orang yang memiliki kejujuran yang tinggi dan bermuamalah dengan pihak lain yang memiliki kejujuran yang tinggi pula. Para pelaku yang terlibat dalam kegiatan bank tersebut harus menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dilakukannya senantiasa berpijak pada landasan agama Islam. Kesadarannya dalam beragama harus pula tercermin dalam seluruh aspek kehidupannya sehari-hari, baik aspek sosial, politik, ekonomi maupun budaya dan sebagainya. Para pelaku bank syariah menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dilakukannya dalam bank tersebut adalah semata-mata dalam rangka ibadah kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang mempercayai bahwa perbuatan yang dilandasi dengan moral akan menghasilkan kehidupan yang sejati dan orang-orang seperti inilah yang dapat menjaga kejujuran dalam setiap perbuatannya.

• Prinsip Keadilan
Tuntutan moral selanjutnya yang dijadikan landasan operasi bank syariah yaitu bahwa hubungan bank dengan nasabahnya harus berdasarkan prinsip keadilan. Tidak dibenarkan satu pihak mengambil keuntungan atas kelemahan pihak lain. Tuntutan tersebut sangat ditekankan dalam hukum Islam yang menjadi dasar bagi kegiatan bank syariah sebagaimana tercermin pada larangan praktek riba atau bunga dalam kegiatan ekonomi pada umumnya dan kegiatan bank khususnya. Salah satu sebab pelarangan riba atau bunga dalam Islam yaitu karena riba atau bunga cenderung mengarah kepada suatu ketidak-adilan bagi salah satu pihak dalam kemitraan. Riba atau bunga dianggap sebagai harga dari uang yang dipinjamkan dan menggambarkan “opportunity cost of money”. Tetapi dalam Islam, pinjaman harus diberikan tanpa bunga dan sipemberi pinjaman tidak dibenarkan mengambil keuntungan dari sipeminjam. Oleh karenanya, dalam bank syariah, hubungan bank dengan nasabahnya tidak berdasarkan hubungan kreditur-debitur tetapi lebih berbentuk hubungan kerjasama atau kemitraan yang saling menguntungkan berdasarkan prinsip keadilan.


• Larangan Riba
Larangan praktek riba dinyatakan dalam Al Qur’an sebagai berikut: Orang-orang yang memakan (mengambil harta) riba tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang dibanting syetan karena gila. Demikian itu karena mereka berkata: Jual beli itu hanya seperti riba. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….(Surat Al Baqarah ayat 275).
Allah menghapuskan berkat riba dan menambah berkat sedekah….(Surat Al Baqarah ayat 276)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat-lipat ganda dan takutlah kepada Allah, mudah-mudahan kamu dalam kemenangan (Surat Al Imran ayat 130).
Menurut Dr Ausaf Ahmed dalam Encyclopedia of Islamic Banking and Insurance, arti riba adalah sebagai berikut: “Riba is often translated as usury but its literal meaning is an excess, addition or growth”.[4] Jadi secara harfiah, riba berarti lebih, tambahan atau pertumbuhan. Dalam praktek perbankan, riba berarti suatu kelebihan diatas jumlah hutang pokok yang pembayaran kembalinya dipersyaratkan pada saat pemberian hutang tersebut atau suatu kelebihan diatas jumlah hutang pokok karena sipenghutang tidak dapat membayar kembali hutang tersebut pada saat jatuh temponya.
Karakteristik Bank Syariah
Berdasarkan prinsip-prinsip moral yang dianut oleh bank syariah sebagaimana diuraikan diatas, bank syariah memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan bank konvensional yaitu sebagai berikut:
• Bank syariah tidak melaksanakan transaksi pinjam-meminjam uang berdasarkan bunga dalam segala bentuknya seperti bunga tetap ataupun mengambang, bunga yang dibayar lebih dahulu atau yang ditunda. Bank syariah beroperasi atas dasar sistim bagi hasil yang disepakati bersama nasabahnya. Dengan sistim ini, nasabah penyimpan dana (penabung dan deposan) tidak memperoleh hasil yang pasti atas dana yang ditempatkan. Besarnya imbalan yang diterima tergantung pada nisbah bagi hasil yang telah disepakati, misalnya 40:60 atau 35:65, dan keuntungan yang diperoleh bank dari pengoperasian dana tersebut.
• Hubungan antara bank syariah dan nasabahnya tidak berupa hubungan kreditur-debitur, tetapi lebih merupakan hubungan partisipasi dalam menanggung risiko dan menerima hasil dari suatu perjanjian bisnis. Bentuk hubungan ini akan membawa konsekwensi sebagai berikut:
a. Tidak akan ada hasil pasti (fixed yield) atas dana yang disimpan di bank syariah dan tidak ada hasil yang pasti atas dana yang diinvestasikan oleh bank syariah kepada pihak lain. Penghasilan atas dana yang disimpan di bank tersebut ditentukan atas dasar keuntungan yang diperoleh bank dan dibayarkan sesuai dengan rasio modal yang diinvestasikan atau rasio bagi hasil yang telah disepakati.
b. Tidak ada tanggung jawab bagi bank syariah untuk mengembalikan secara penuh pada saat jatuh tempo atas dana yang diinvestasikan oleh pihak lain, kecuali rekening giro, sepanjang bank tidak melakukan penyimpangan didalam menginvestasikan dana tersebut. Hal ini justru merupakan pendorong bagi bank syariah untuk melaksanakan kegiatannya secara hati-hati dan efisien karena bank syariah dituntut untuk mampu memegang amanah yang diberikan oleh sipemilik dana.
• Bank syariah memisahkan kedua jenis pendanaan supaya dapat dibedakan antara hasil yang diperoleh dari dana sendiri (modal, plus saldo rekening giro, yang pengembaliannya dijamin) dengan hasil yang diperoleh dari dana simpanan yang diterimanya atas dasar prinsip bagi hasil. Dengan demikian, bank syariah dapat menghitung dengan benar besarnya laba atau hasil yang menjadi hak sipenyimpan.
• Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja atas dasar kemitraan seperti mudarabah, murabahah, dan sebagainya. Kegiatan bank syariah lebih banyak berdasarkan perdagangan, yaitu membeli barang yang dipesan oleh nasabah dan menjualnya kepada nasabah tersebut dengan tingkat keuntungan yang disepakati bersama baik secara tunai maupun tangguh.
• Bank syariah merupakan bank multiguna karena berperan sebagai bank komersial, bank investasi (Investment Bank) dan bank pembangunan. Jadi, bank syariah melaksanakan kegiatan yang berjangka pendek seperti halnya bank komersial, jangka menengah seperti halnya bank investasi maupun berjangka panjang seperti halnya bank pembangunan.
• Bank syariah memandang laba bukan merupakan satu-satunya tujuan karena bank syariah senantiasa mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber (resourses) yang ada dalam rangka membangun masyarakat secara keseluruhan.
• Bank syariah harus diperiksa oleh suatu lembaga khusus yang disebut Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan bahwa semua sumber dana dimanfaatkan dan diinvestasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dewan tersebut berwenang untuk meneliti keabsahan setiap transaksi yang dilaksanakan oleh bank syariah dan kemudian menyatakan persetujuannya. Disamping itu, Dewan Pengawas Syariah diharapkan pula dapat memberikan fatwa atau pendapat hukum tentang hal-hal yang masih meragukan didalam setiap kegiatan bank syariah.